Selasa, 26 Mei 2015
Biksu radikal Myanmar kecam PBB dan media asing karena pro-Rohingya
Dilansir dari Merdeka; Rombongan biksu garis keras Myanmar menggelar unjuk rasa di Kota Yangon. Mereka memprotes kebijakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memaksa pemerintahnya menampung kembali etnis Rohingya. Para biksu nasionalis ini menilai Rohingya sejak awal adalah imigran. Tidak ada kewajiban bagi Myanmar untuk menampung kembali orang asing yang terombang-ambing di laut.
Stasiun televisi Channel News Asia melaporkan, Rabu (27/5), aksi yang berjalan mulai pagi tadi waktu setempat itu diikuti ratusan biksu sambil membawa spanduk. Salah satu tulisan protes itu terbaca "pendukung orang Rohingya adalah musuh kami."
Para biksu yang tergabung dalam gerakan ultrakonservatif '969' ini sekaligus mengkritik pemberitaan media internasional yang menyudutkan Myanmar. Menurut mereka, yang bersalah dalam penyelundupan lebih dari 8 ribu imigran di sekitar Asia Tenggara adalah Bangladesh.
Dalam keterangan persnya, biksu radikal menyebut orang Rohingya aslinya dari Bangladesh, bukan dari Myanmar.
Tokoh Buddhis radikal, Ashin Wirathu, turut mendukung unjuk rasa tersebut. Tapi belum jelas apakah dia akan ikut jalan kaki dari jalan utama Yangon menuju stadion utama di pusat kota.
"Masalah manusia perahu ini dipicu oleh ledakan populasi Bangladesh," kata Wirathu seperti dikutip Myanmar Times kemarin.
Dari data terakhir Badan Penanggulangan Pengungsi PBB (UNHCR), masih ada lebih dari 4 ribu pengungsi, termasuk wanita dan anak-anak, yang kini terombang-ambing di Laut Bengal. Mereka menunggu diizinkan masuk Malaysia atau Thailand.
Adapun Indonesia menampung nyaris 2 ribu pengungsi di Aceh Utara selama dua pekan terakhir. Menurut pemerintah RI, hanya warga Rohingya, yang tidak punya kewarganegaraan resmi akan ditampung. Sisa imigran lain akan segera dideportasi.
Sebelumnya, Kepala Bidang Hak Asasi Manusia PBB Zeid Ra'ad Al Hussein menyatakan akar masalah imigran gelap yang kini banyak berada di laut Asia Tenggara adalah pemerintah Myanmar. Selama negara dulu bernama Burma itu tetap mendiskriminasi warga Rohingya, maka arus imigran gelap akan selalu mengalir ke kawasan ASEAN.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar